Ketua GTKHNK 35+ Provisi Jawa Barat Sigid Purwo Nugroho, SH. Bersama perwakilan pengurus GTKHNK 35+ Kabupaten Ciamis, Tasikmalaya dan Cimahi. Mendatangi anggota DPR RI H. Dede Yusuf M. Effendi setelah menyampaikan surat permohonan rekomendasi kepada Gubernur Jawa Barat di Gedung Sate – Bandung.
Puluhan guru honorer menyampaikan keluhan atau curhatannya kepada anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat H. Dede Yusuf M. Effendi karena pemerintah sejak 2016 hingga saat ini belum melakukan pengangkatan guru honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS).
Para guru honorer itu berasal dari kategori (K2), guru honorer dari Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K), Guru dan Tenaga Pendidikan Honorer Non K2 35 Tahun ke atas (GTKHNK 35+), selain guru honorer kurang dari usia 35 tahun.
Pertemuan perwakilan guru honorer dengan H. Dede Yusuf itu pada pelaksanaan reses dan temu konstituen di Imah Rancage Rumah Aspirasi H. Dede Yusuf M. Effendi Kelurahan Baleendah Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Jabar, Kamis 23 Juli 2020 sore.
"Mereka mengadukan dan mengungkapkan curhatan hati, pemerintah menjanjikan akan mengangkat guru honorer menjadi CPNS sejak 2016. Tetapi pada realitanya selama lima tahun ini tidak ada pengangkatan CPNS," kata H. Dede Yusuf didampimgi kader Partai Demokrat Jane Shalimar dan Komandan Imah Rancage Saeful Bachri kepada wartawan.
Padahal, imbuh Dede Yusuf, para guru honorer sewaktu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjabat, sekitar 1 juta guru honorer diangkat menjadi CPNS.
"Masalah guru honorer sempat kita angkat di lembaga DPR RI, untuk meminta pemerintah supaya menjelaskannya. Kenapa masalahnya? Berikut kebutuhan guru? Termasuk bagaimana proses seleksi atau rekrutmen CPNS tersebut," katanya.
Misalnya, imbuh Dede Yusuf, suplai guru honorer itu mencapai 1 juta orang, sedangkan kebutuhan guru dari mulai 2020-2021 mencapai 950.000 orang, sehingga hampir sama kebutuhannya.
"Kebutuhan guru itu harus disebar dan memang saat ini banyak menumpuk di Pulau Jawa," katanya.
Ia pun mengatakan, kelompok guru yang pensiun itu, setiap tahunnya mencapai 20.000 orang. Artinya, kelompok guru honorer yang sudah ngantre dan belum diangkat menjadi CPNS bisa masuk dan diperhatikan pemerintah.
"Tapi kenapa pemerintah melaksanakan tes CPNS yang baru, tetapi orang-orang yang baru mendapatkan kesempatan untuk masuk menjadi CPNS," ujarnya.
Melihat kondisi demikian, katanya, menimbulkan "kegalauan" di kalangan para guru honorer yang sudah mengajar antara selama 5 tahun sampai 15 tahun.
"Kok, mereka enggak mendapatkan kesempatan menjadi CPNS. Sementara usia mereka untuk mengajar sudah hampir habis. Masa bakti berdasarkan Undang-undang ASN dengan usia maksimal 35 tahun," ucapnya.
Dede Yusuf yang berasal dari Komisi X DPR RI berusaha untuk menyerap aspirasi dari para guru honorer tersebut.
"Kami sudah minta kepada pemerintah, tolong yang didahulukan yang memiliki masa bakti lebih dari 5 tahun, 10 tahun dan kemudian disetujui pemerintah," katanya.
Ia pun berharap kepada pemerintah untuk memperhatikan para guru honorer dengan masa bhakti tersebut, yaitu dengan cara diangkat langsung menjadi CPNS tanpa test.
"Meski pemerintah akan memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengikuti tiga kali test ssbagai persyaratan menjadi aparatur sipil negara (ASN). Jika tiga kali test tak masuk, mereka masuk calon P3K," tuturnya.
Dikatakannya, bahkan ada isu para guru honorer yang sudah lolos P3K, sampai saat ini SK (surat keputusannya) tak turun.
Hal itu menimbulkan pertanyaan, termasuk para guru honorer non kategori dengan usia lebih dari 35 tahun (GTKHNK 35+).
Mereka memperjuangkan upah minimum kabupaten (UMK), karena selama ini mereka rata-rata dibayar Rp 300.000/bulan/orang.
Itu jika dibandingkan dengan pekerja paruh waktu seperti tukang bangunan atau teknisi yang dipanggil ke rumah lebih besar dari guru honorer.
"Kita berusaha untuk memperjuangkan mereka untuk mendapatkan upah minimal sesuai dengan UMK dalam hukum ketenagakerjaan," paparnya.
Dede Yusuf lebih lanjut mengatakan, daerah yang mengangkat CPNS dari kelompok P3K itu harus berdasarkan pada kebutuhan daerah.
Sementara lebih dari 450 pemerintah daerah dan kota di Indonesia, yang melaporkan kebutuhan itu baru sepertiganya dan dua pertiganya belum melaporkan kebutuhan P3K-nya.
Memang masalah terbesar, katanya, pemerintah daerah belum bisa mengeluarkan anggaran karena menunggu yang lain datanya masuk ke pemerintah pusat.
Ia berharap satu dua minggu kedepan, Peraturan Presiden untuk pengangkatan P3K menjadi CPNS segera keluar.
"Agar P3K yang sudah dites maupun yang sudah lolos mendapatkan haknya," harapnya.
Ia juga meminta perhatian dari Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan RI karena yang memploting pembayaran tunjangan guru honorer.
Kementerian Keuangan menggelorkan anggaran ke daerah hampir Rp 300 triliun lebih untuk DAU, DAK fisik dan DAK non fisik.